Beranda | Artikel
Mengapa Wajib Mencintai Ummahatul Mukminin
Kamis, 6 April 2023

Yang dimaksud dengan Ummahâtul Mukminin adalah para istri Nabi ﷺ yang terdari dari :

  1. Khadîjah binti Khuwailid رضي الله عنها.
  2. Saudah binti Zam’ah رضي الله عنها.
  3. Aisyah binti Abu Bakr رضي الله عنهما .
  4. Hafshah binti Umar bin Khattab رضي الله عنهما .
  5. Zainab binti Khuzaimah رضي الله عنها.
  6. Ummu Salamah رضي الله عنها.
  7. Zainab binti Jahsyi رضي الله عنها.
  8. Juwairiyyah binti al-Hârits رضي الله عنها .
  9. Ummu Habîbah رضي الله عنها .
  10. Shafi yah binti Huyai رضي الله عنها .
  11. Maimunah binti al-Hârits رضي الله عنها .

Mereka adalah Ummahâtul Mukminin yang wajib bagi kita untuk muliakan, mencintai dan mengagungkan mereka. Karena beberapa sebab, di antaranya :

  1. Mereka masuk dalam keumuman kemuliaan para Sahabat Rasulullah ﷺ , artinya mereka ini juga termasuk Sahabat Nabi Muhammad ﷺ .

Kita tahu bahwa kedudukan dan kemuliaan para Sahabat sangat besar, berdasarkan nash-nash yang bersumber dari al-Qur’ân, kalâmullâh atau pun dari hadits-hadits yang shahih yang dibawakan riwayatnya oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan para imam hadits lainnya. Di antaranya adalah firman Allâh سبحانه وتعالى :

﴿ وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ ﴾

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allâh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allâh dan Allâh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah/9:100)

Ayat yang mulia ini adalah ayat yang sangat agung yang menjelaskan tentang keutamaan dan kemuliaan para Sahabat رضي الله عنهم karena mereka semua telah mendapat ridha Allâh سبحانه وتعالى .

Ayat yang mulia ini menjelaskan tentang keridhaan Allâh سبحانه وتعالى terhadap para Sahabat رضي الله عنهم dan istri-istri Nabi ﷺ masuk dalam keumuman ayat yang mulia ini.

Kemudian, Allâh سبحانه وتعالى dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an menjelaskan tentang keutamaan dan kemulian para Sahabat رضي الله عنهم . Dalam surat al-Hasyr ayat ke-10, Allâh سبحانه وتعالى telah memerintahkan orang-orang yang datang setelah generasi para Sahabat untuk mendoakan para Sahabat رضي الله عنهم . Allâh سبحانه وتعالى berfirman :

﴿ وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ࣖ ﴾

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr/59 :10)

Dalam ayat ini, dengan sangat jelas, Allâh سبحانه وتعالى memerintahkan kaum Mukminin yang hidup setelah generasi para Sahabat رضي الله عنهم, untuk mendoakan para Sahabat رضي الله عنهم bukan mencaci maki mereka. Oleh karena itu, Aisyah رضي الله عنهما pernah mengatakan kepada keponakannya yaitu Urwah bin Zubair رضي الله عنه . Urwah رضي الله عنه mengatakan, “Aisyah رضي الله عنهما mengatakan kepadaku:

يَا ابْنَ أُخْتِي، أُمِرُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِأَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ فَسَبُّوهُمْ

Wahai anak saudaraku! Mereka diperintahkan untuk memohonkan ampun kepada Allâh سبحانه وتعالى untuk para Sahabat ( Nabi ﷺ ), namun mereka mencela dan mencaci maki mereka. (HR. Imam Muslim, no. 3022)

Perkataan Aisyah رضي الله عنهما menafsirkan ayat yang mulia di atas , karena Allah سبحانه وتعالى berfirman, yang artinya, “ Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr/59:10)

Kemudian dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri, no. 3673 dan Imam Muslim, no. 2540, Rasûlullâh ﷺ bersabda :

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِيْ فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحَدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيْفَهُ

Jangalah kalian mencaci maki para Sahabatku! Seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud niscaya itu tidak bisa mencapai satu mud atau setengah mud dari derajat salah diantara mereka.

Satu mud itu seukuran dua telapak tangan orang dewasa.

Maksudnya, yang Allâh سبحانه وتعالى perintahkan kepada kaum Muslimin yang hidup setelah para Sahabat رضي الله عنهم adalah beristighfar memohonkan ampunan kepada Allâh سبحانه وتعالى untuk para Sahabat, karena para Sahabat telah lebih dahulu beriman.

Lanjutan doa itu adalah :

﴿ وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ࣖ ﴾

Dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Hasyr/59:10)

Sesama Mukmin dilarang hasad (iri atau dengki), apalagi kepada kaum Mukminin yang lebih mulia, seperti para Sahabat رضي الله عنهم . Berdasarkan ini, maka orang yang mencaci maki para Sahabat رضي الله عنهم setelah mereka diperintahkan untuk memohonkan ampun kepada Allâh سبحانه وتعالى untuk pada Sahabat رضي الله عنهم , pada hakikatnya mereka telah menentang dan melawan fi rman Allâh سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya. Olah karena itu, Aisyah رضي الله عنهما mengucapkan perkataannya di atas, “Mereka diperintahkan untuk memohonkan ampun kepada Allâh سبحانه وتعالى untuk para Sahabat (nabi ﷺ ) namun mereka mencela dan mencaci maki mereka.”

Jadi, kita wajib mencintai dan memuliakan Ummahâtul Mukminin, karena secara umum mereka masuk dalam keumuman para Sahabat رضي الله عنهم .

  1. Mereka sebagai Ummahâtul Mukminin. Ini adalah sebuah kedudukan yang sangat tinggi, sebagaimana firman Allâh سبحانه وتعالى :

﴿ اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ وَاَزْوَاجُهٗٓ اُمَّهٰتُهُمْ ۗ….. ﴾

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. (QS. Al-Ahzâb/33:6)

Maksudnya, kehormatan para istri Nabi itu dihadapan kaum Mukminin sangat tinggi sama dengan kedudukan seorang ibu di hadapan anak-anak mereka.

Mereka adalah ibu-ibu kaum Muslimin, meski bukan ibu secara nasab, karena Allâh سبحانه وتعالى telah menegaskan bahwa istri-istri Nabi ﷺ adalah ibu-ibu kaum Muslimin. Karena Nabi ﷺ adalah orang yang paling berhak dari diri kita sendiri. Beliau ﷺ lebih dekat dari diri-diri mereka, baik dalam urusan agama maupun dalam urusan dunia. Demikian juga kehormatan para istri Nabi ﷺ seperti kehormatan ibu-ibu mereka. Karena itu, para istri Nabi ﷺ tidak boleh dinikahi sesudah Nabi ﷺ wafat, sebagaimana ditegaskan oleh dalam firman-Nya:

﴿ …. وَمَا كَانَ لَكُمْ اَنْ تُؤْذُوْا رَسُوْلَ اللّٰهِ وَلَآ اَنْ تَنْكِحُوْٓا اَزْوَاجَهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖٓ اَبَدًاۗ اِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللّٰهِ عَظِيْمًا ﴾

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasûlullâh dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya selamalamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allâh (QS. AlAhzâb/33:53)

Ini kehormatan para istri Nabi ﷺ yang merupakan Ummahâtul Mukminin, tidak boleh dinikahi jandanya berdasarkan firman Allâh سبحانه وتعالى di atas.

  1. Mereka termasuk ahlul bait, berdasarkan firman Allâh سبحانه وتعالى :

﴿ وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ ﴾

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu1 dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allâh dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allâh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. AlAhzâb/33:33)

Ayat yang mulia ini merupakan dalil yang sangat tegas yang menjalaskan bahwa para istri Nabi ﷺ adalah Ahlul Bait, karena mereka yang menjadi sebab turunnya ayat-ayat yang mulia ini, mulai dari ayat ke-28 sampai ayat ke-34. Pembicaraan Allâh سبحانه وتعالى ini diarahkan kepada semua istri Nabi ﷺ . Ini menunjukkan bahwa para istri Nabi itu adalah Ahlul Bait. Oleh karena itu, al-Hafi zh Ibnu Katsir t saat menafsirkan ayat di atas, beliau t mengatakan bahwa nash-nash ini menunjukkan bahwa para istri Nabi termasuk Ahlul Bait, karena mereka menjadi sebabnya turunya ayat, sedangkan orang yang menjadi sebab turunya ayat, maka para Ulama sepakat bahwa dia masuk ke dalam ayat tersebut.

Kemudian Syaikh as-Syinqithi t dalam tafsirnya Adhwâ’ul Bayân, saat menafsirkan ayat ini juga menjelaskan bahwa istri-istri Nabi ﷺ adalah Ahlul Bait dan masuk dalam ayat yang mulia ini. Karena mereka menjadi sebabnya turunnya ayat, sedangkan orang yang menjadi sebab turunnya ayat, maka dia masuk ke dalam ayat tersebut.

Karena dalam ke-28, Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

 ~ } | {

Wahai Nabi, katakanlah kepada para istrimu …

Kemudian Allâh سبحانه وتعالى lanjutkan firman-Nya tentang istri-istri Rasûlullâh ﷺ , sampai akhirnya Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿ وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ ﴾

Sesungguhnya Allâh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. AlAhzâb/33:33)

Kemudian pada ayat selanjutnya Allâh سبحانه وتعالى berfirman:

﴿ وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلٰى فِيْ بُيُوْتِكُنَّ مِنْ اٰيٰتِ اللّٰهِ وَالْحِكْمَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ لَطِيْفًا خَبِيْرًا ࣖ ﴾

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allâh dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allâh adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Ahzâb/33:34)

Ini merupakan nash yang tegas yang menunjukkan bahwa mereka masuk ayat yang mulia ini dan mereka semua dalam Ahlul Bait Rasulullah ﷺ .

Kemudian Syaikh as-Syinqithi t membawakan ayat lain tentang kisah Ibrahim q sebagai syahid (penguat):

﴿ قَالُوْٓا اَتَعْجَبِيْنَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ رَحْمَتُ اللّٰهِ وَبَرَكٰتُهٗ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِۗ اِنَّهٗ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ ﴾

Para malaikat itu berkata, “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allâh? (Itu adalah) rahmat Allâh dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Allâh Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (QS. Hûd/11:73)

Pembicaraan ini diarahkan kepada istri Nabi Ibrâhîm q dan dia dikatakan sebagai ahlu bait bagi Nabi Ibrahîm q .

Dan dalam ayat-ayat di atas, para istri Nabi ﷺ menjadi sebab turunnya ayat dan masuk dalam ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa para istri Nabi ﷺ termasuk Ahlul Bait.

Kemudian Syaikh as-Sinqithi t mengatakan, “Adapun dalil tentang masuknya yang selain mereka ke dalam ayat tentang Ahlul Bait berdasarkan hadits-hadits Nabi ﷺ .”

jadi yang masuk ke dalam Ahlul Bait Nabi ﷺ , bisa berdasarkan nash al-Qur’an seperti para istri Nabi ﷺ atau berdasarkan hadits shahih seperti Ahlul Bait lain selain para istri Nabi ﷺ .

Ini menunjukkan kemulian Ummahâtul Mukminin.

  1. Ummahâtul Mukminin ini ketika datang perintah Allâh سبحانه وتعالى kepada Nabi ﷺ untuk mengatakan kepada para istri Beliau ﷺ agar memberikan pilihan antara memilih kehidupan dunia dan segala perhiasannya ataukah memilih Allâh dan Rasul-Nya dan negeri akhirat, maka seluruh mereka memilih Allâh dan Rasul-Nya dan negeri akhirat. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang ikhlas yang berjalan di muka bumi ini, sebagai pendamping-pendamping setia Nabi ﷺ di dunia dan di akhirat. Allâh سبحانه وتعالى berfirman :

﴿ يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ اِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا فَتَعَالَيْنَ اُمَتِّعْكُنَّ وَاُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيْلًا وَاِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَالدَّارَ الْاٰخِرَةَ فَاِنَّ اللّٰهَ اَعَدَّ لِلْمُحْسِنٰتِ مِنْكُنَّ اَجْرًا عَظِيْمًا ﴾

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah (kesenangan) dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allâh dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allâh telah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar. (QS. Al-Ahzâb/33:28-29)

Dalam ayat ini, Allâh سبحانه وتعالى memerintahkan kepada Rasûlullâh ﷺ untuk memberikan pilihan kepada para istri Beliau ﷺ sebagai ujian bagi mereka. Sebenarnya, apa yang mereka kehendaki ? Dunia dan perhiasannya ataukah Allâh dan Rasul- Nya serta negeri akhirat? Ini hal yang sangat menarik dan permasalahan ini diuraikan dengan lebih jelas dalam hadits. Imam al-Bukhari t meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahîhnya no. 4785. ‘Aisyah رضي الله عنهما istri Nabi ﷺ menceritakan, bahwasanya Rasûlullâh ﷺ datang menemuinya ketika Allâh سبحانه وتعالى memerintahkan agar memberikan pilihan kepada para istri Beliau ﷺ , lalu Beliau ﷺ memulai pemberian pilihan itu dari Aisyah رضي الله عنهما .

Beliau ﷺ bersabda :

إِنِّي ذَاكِرٌ أَمْرًا فَلَا عَلَيْكَ أَنْ لَا تَسْتَعْجِلَيْ حَتَّى تَسْتَأْمِرِي أَبَوَيْكِ

Sesungguhnya aku akan menerangkan atau mengatakan kepadamu sesuatu, maka janganlah kamu terburu-buru memutuskannya sampai kamu bermusyawarah dulu dengan kedua orang tuamu.

(‘Aisyah رضي الله عنهما mengatakan), ‘Padahal Beliau ﷺ sudah tahu bahwa kedua orang tuaku tidak pernah menyuruhku untuk berpisah atau bercerai dengannya.

Aisyah رضي الله عنهما melanjutkan pembicaraannya, “Kemudian Rasûlullâh ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allâh سبحانه وتعالى berfi rman (yang artinya), “Hai nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allâh dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allâh menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab/33:28-29)

Setelah itu, aku mengatakan kepada Beliau ﷺ , “Dibagian yang mana dari permasalahan ini yang perlu saya musyawarahkan dengan kedua orang tuaku. Sesungguhnya aku menginginkan Allâh k, Rasul-Nya dan negeri akhirat?”

Kemudian istri-istri Nabi ﷺ yang lain pun seperti itu, sebagaimana dalam riwayat yang lain dikatakan oleh Aisyah رضي الله عنهما , “Kemudian para istri Nabi yang lain pun mengatakan atau melakukan seperti yang aku katakan atau aku lakukan”.

Ini merupakan bukti yang sangat kongkrit bahwa istri-istri Nabi ﷺ telah dipersaksikan keimanan mereka oleh Allâh سبحانه وتعالى kemudian juga oleh Rasûlullâh ﷺ bahwa mereka hanya menginginkan Allâh سبحانه وتعالى , Rasulnya dan negeri Akhirat.

Kemudian Imam al-Bukhâri t meriwayatkan lagi hadits dengan no. 5262 dan no. 5263 dengan ringkas. ‘Aisyah رضي الله عنهما mengatakan :

خَيَّرَنَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلّم فَاخْتَرْنَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ

Rasûlullâh ﷺ memberikan pilihan kepada kami, maka kami (istri-istri Nabi ﷺ ) pun memilih Allâh سبحانه وتعالى dan Rasul-Nya.”

Itulah diantara beberapa penyebab wajibnya kita mencintai dan memuliakan para istri Nabi ﷺ .

Semoga naskah singkat ini bermanfaat bagi kita semua

Footnote:

1 Kecuali jika mereka mempunyai kebutuhan di luar rumah. Dalam hadits dijelaskan bahwa mereka diperbolehkan keluar rumah jika memiliki kebutuhan di luar Majalah As-Sunnah Edisi Khusus [03-04]/Thn XVIII/Ramadhan-Syawwal 1435H/Juli-Agustus 2014M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/manhaj/mengapa-wajib-mencintai-ummahatul-mukminin/